Konsumsi makanan yang cukup, bermutu, dan aman merupakan syarat
utama untuk hidup sehat. Masih terdapat masyarakat yang kurang gizi, namun
disisi lain terdapat juga permasalahan kelebihan gizi. Data mortalitas menurut
kelompok penyakit berdasarkan kajian hasil survei kesehatan nasional 1995-2007 (Depkes,
2008) menunjukkan terjadinya pergeseran pola penyakit penyebab kematian pada
berbagai golongan umur. Kasus kematian akibat penyakit tidak menular (PTM)
seperti hipertensi, kanker dan diabetes melitus semakin meningkat dibandingkan
dengan kasus kematian akibat penyakit menular.
Angka kematian akibat penyakit diabetes melitus meningkat dari 1,1 persen menjadi 2,1 persen, hipertensi dari 7,6 persen menjadi 9,5 persen, dan stroke dari 8,3 persen menjadi 12,1 persen (Depkes, 2008 dan Kemenkes, 2014). Masalah gizi sangat berkaitan dengan kejadian PTM, sehingga peningkatan angka kematian akibat PTM diduga berhubungan erat dengan pola konsumsi pangan yang merupakan sebagai faktor risiko. Secara umum, PTM dapat disebabkan karena ketidakseimbangan antara intake gizi yang masuk dan intake gizi yang keluar. Hal ini dapat terjadi karena terlalu sering mengkonsumsi makanan yang tidak beragam dan cenderung menyukai makanan terlalu asin, manis, bahkan berlemak.
Angka kematian akibat penyakit diabetes melitus meningkat dari 1,1 persen menjadi 2,1 persen, hipertensi dari 7,6 persen menjadi 9,5 persen, dan stroke dari 8,3 persen menjadi 12,1 persen (Depkes, 2008 dan Kemenkes, 2014). Masalah gizi sangat berkaitan dengan kejadian PTM, sehingga peningkatan angka kematian akibat PTM diduga berhubungan erat dengan pola konsumsi pangan yang merupakan sebagai faktor risiko. Secara umum, PTM dapat disebabkan karena ketidakseimbangan antara intake gizi yang masuk dan intake gizi yang keluar. Hal ini dapat terjadi karena terlalu sering mengkonsumsi makanan yang tidak beragam dan cenderung menyukai makanan terlalu asin, manis, bahkan berlemak.
Terkait
konsumsi Gula, Garam, Lemak (GGL), diperoleh hasil dari Survei Diet Total 2014
menunjukkan bahwa Indonesia mengkonsumsi Gula sebesar 14,2 gram, Garam 3,6 gram, dan Minyak 20,6 gram.
Terkait kebijakan pembatasan konsumsi gula, garam dan lemak (GGL), hasil analisis rerata asupan
gula, garam dan minyak pada penduduk usia lebih 10 tahun di setiap provinsi menunjukkan bahwa
konsumsi gula tertinggi berada di Provinsi DI Yogyakarta, konsumsi garam tertinggi di Provinsi
Nusa Tenggara Barat dan konsumsi minyak tertinggi di DKI Jakarta.
Gambar 1.
Rerata Asupan GGL
Data
di atas memberikan pemahaman bahwa sebagai masyarakat seharusnya dapat menerapkan
istilah “Lebih baik mencegah daripada mengobati”. Cara yang dapat dilakukan
adalah dengan membatasi konsumsi GGL kurang dari yang disajikan pada Tabel 1 :
Tabel 1. Anjuran Konsumsi GGL/orang/hari
Gula
|
Garam/Natrium
|
Lemak/Minyak
|
50
gram ( 4 sdm)
|
2000
mg (1 sdt)
|
67
gram (5 sdm)
|
Lebih
lanjut, pemahaman mengenai membaca label pangan atau kemasan setiap produk
menjadi sangat penting sebelum mengkonsumsi produk tersebut karena kebanyakan
makanan instant yang mempunyai kandungan GGL yang cukup tinggi. Selain itu,
saat ini sudah ada Peraturan Menteri Kesehatan No 30 tahun 2013 yang mengatur
pencantuman informasi kandungan gula, garam dan lemak. Hal ini menjadi kekuatan
pemerintah untuk menekan angka kematian akibat penyakit tidak menular (PTM)
atau penyakit degeneratif yang erat kaitannya dengan pola konsumsi makan.
Akhirnya, jelas dikatakan bahwa
semua yang berlebihan itu tidak baik dan akan menimbulkan efek di dalam tubuh.
Oleh karena itu hendaknya diperhatikan dalam mengkonsumsi garam, gula dan lemak
pada makanan sehari-hari sehingga dapat terhindar dari faktor risiko PTM.
Cara
pintar dalam membatasi konsumsi GGL adalah dengan mengolah makanan/memasak
sendiri. Misalnya yang biasa konsumsi teh atau kopi dengan takaran gula pasir
2-3 sdm bisa dibatasi dan dikurangi dengan menggunakan sendok teh (sdt) dengan takaran 1-2 sdt
saja. Begitupun juga konsumsi garam dan lemak, sebisa mungkin menghindari konsumsi
jajanan gorengan karena mengandung kadar natrium dan lemak yang kita tidak
ketahui, tentunya untuk mendapatkan rasa yang lezat sehingga konsumen akan
tertarik ikhwalnya menambahkan penyedap rasa yang berlebihan.
Selain
itu untuk mengantisipasi konsumsi lemak yang berlebihan, sebaiknya mengganti
atau memilih cara pengolahan makanan yang meminimalisir penggunaan minyak goreng
misalnya : kukus, steam, rebus, tumis, dsb.
Mari bersama-sama membatasi konsumsi pangan asin, manis, dan berlemak
demi tercapainya BANGSA SEHAT & BERPRESTASI.
Referensi :
1. Departemen
Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007:
Laporan Nasional. Jakarta: Balitbangkes Depkes, 2008.
2. Kementerian
Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013:
Laporan Nasional. Jakarta: Balitbangkes Kemenkes, 2014.
3. Pedoman Gizi Seimbang 2014.
Kementerian Kesehatan RI.
4. Permenkes
RI no 30 tahun 2013 tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam dan Lemak serta Pesan Kesehatan
untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji.
5. Kementerian
Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Pokok-Pokok Hasil Studi Diet Total: Survei
Konsumsi Makanan Individu Jakarta: Balitbangkes Kemenkes, 2014.
No comments:
Post a Comment